Oleh: Cepy Suherman
Setiap orang tentu ingin memperoleh keuntungan saat
berinvestasi di reksadana. Untuk mencapai hal tersebut, seorang investor
biasanya akan mengamati dan melakukan review
atas produk-produk reksadana yang akan mereka beli. Cara paling gampang yaitu
dengan menilai reksadana berdasarkan tingkat keuntungan (return) dengan melihat grafik perkembangan Nilai Aktiva Bersih dari
waktu ke waktu.
i.ytimg.com |
Sebenarnya ada banyak cara untuk mengukur kinerja suatu
produk reksadana. Salah satunya melalui pendekatan kuantitatif dengan bermacam
indikator. Penggunaan indikator ini dapat membantu investor untuk mencari
produk-produk reksadana yang dapat menghasilkan return yang optimal dengan risiko yang terukur. Dan investor tentunya
menginginkan memiliki produk reksadana yang menghasilkan return tinggi dengan risiko rendah.
Menilai kinerja reksadana hanya dari tingkat keuntungannya
saja memang memiliki banyak kelemahan. Untuk itu diperlukan beberapa indikator
yang dapat digunakan investor untuk menilai dan membandingkan kinerja
reksadana. Lalu apa saja indikator-indikator tersebut? Berikut beberapa di
antaranya.
Asset Under
Management (AUM)
Indikator
pertama yang dapat kamu gunakan untuk mengukur kinerja suatu produk reksadana
yaitu Asset Under Management (AUM). Secara
sederhana AUM dapat diartikan sebagai total nilai pasar dari seluruh investasi
yang dikelola oleh Manajer Investasi. Dalam bahasa Indonesia, istilah ini
sering disebut juga dengan Total Dana Kelolaan.
i.ytimg.com |
AUM
bisa dilihat dari dua sisi. Jika disebut AUM reksadana berarti total dana
kelolaan pada suatu produk reksadana. Namun, jika disebut AUM Manajer Investasi
berarti total dana kelolaan yang dipercayakan kepada perusahaan Manajer
Investasi. Dengan kata lain, AUM Manajer Investasi menggambarkan jumlah
keseluruhan dana kelolaan dari berbagai produk reksadana.
Jumlah
dana kelolaan merupakan suatu indikator seberapa besar masyarakat memercayakan
pengelolaan dananya pada Manajer Investasi atau produk reksadana tertentu. Pada
umumnya AUM digunakan sebagai salah satu aspek dalam mengevaluasi kinerja suatu
produk reksadana. Pertumbuhan nilai AUM yang tinggi dapat menjadi indikator
positif atas kemampuan Manajer Investasi dalam mengelola produk reksadananya.
www.paisabazaar.com |
Menilai
kinerja reksadana hanya dari sisi jumlah dana kelolaan memang tidak cukup. Tapi
paling tidak AUM dapat digunakan untuk menilai popularitas, kinerja, dan
pengalaman Manajer Investasi dalam mengelola reksadana selama periode tertentu.
Semakin tinggi aliran dana yang terkumpul dan semakin besar dana kelolaan,
menjadi indikator positif bagi sebuah produk reksadana.
Beta
Indikator
kedua yang digunakan untuk mengukur kinerja reksadana adalah Beta. Indikator
yang biasa disebut dengan “Koefisien Beta” ini merupakan pengukur volatilitas
atau risiko sistematik dari sebuah sekuritas (dalam hal ini reksadana)
dibandingkan dengan pasar secara keseluruhan. Beta dihitung dengan menggunakan
analisis regresi, sehingga biasa disebut juga dengan koefisien regresi.
upload.wikimedia.org |
Koefisien
regresi adalah angka yang menunjukkan pengaruh suatu variabel terhadap variabel
lainnya. Dalam hal investasi reksadana saham misalnya, Beta menunjukkan
pengaruh benchmark atau acuan
(misalnya IHSG) terhadap kinerja reksadana saham. Atau dengan kata lain, Beta
merujuk pada sensivitas pergerakan return
suatu reksadana relatif terhadap pergerakan return
pasar secara keseluruhan.
Secara
definisi, pasar mempunyai nilai Beta sebesar 1,0. Sementara itu reksadana atau
sekuritas individual lain diukur sesuai dengan bagaimana mereka terdeviasi dari
pasar. Misalnya Reksadana Saham Maju memiliki nilai beta 1,3. Maka ketika IHSG
bergerak naik 1%, maka reksadana tersebut diperkirakan akan bergerak naik
sebesar 1,3%, dan sebaliknya. Jadi, nilai Beta lebih dari 1 menandakan semakin
besarnya pengaruh fluktuasi pasar terhadap nilai reksadana semakin besar.
i.ytimg.com |
Return yang tinggi tentu dibarengi pula
dengan risiko yang tinggi. Nah, nilai Beta ini dapat menggambarkan seberapa
besar potensi keuntungan yang bisa diperoleh dengan risiko tertentu. Jika nilai
Beta suatu reksadana tinggi, maka ia menyimpan potensi keuntungan dan risiko
yang tinggi pula.
Lalu
berapa nilai Beta yang harus kita pilih? Itu semua tergantung dari profil
risikomu. Jika kamu tergolong sebagai investor agresif, maka sebaiknya pilihlah
produk reksadana dengan nilai Beta tinggi. Sebaliknya, jika kamu termasuk
investor moderat atau konservatif, pilihlah produk reksadana dengan nilai Beta
rendah.
i.ytimg.com |
Sebagai
informasi, jenis reksadana saham umumnya memiliki risiko paling tinggi karena
mayoritas asetnya ditempatkan pada instrumen saham dengan pergerakan yang
sangat fluktuatif. Sementara reksadana pendapatan tetap dan reksadana pasar
uang memiliki risiko yang rendah, karena mayoritas asetnya dialokasikan pada
instrumen pasar uang dan obligasi.
Standar Deviasi
Untuk mengukur risiko atas suatu produk reksadana, selain
menggunakan koefisien Beta dapat pula digunakan Standar Deviasi. Dalam ilmu
statistika, Standar Deviasi merupakan penyimpangan dari rata-rata dalam suatu
data. Berikut perhitungannya:
1.
Hitunglah nilai rata-rata (mean) dari data yang kita miliki.
2.
Kurangkanlah setiap data dengan mean.
3.
Hasil dari langkah (2) tersebut kemudian
dikuadratkan.
4.
Jumlahkan hasil dari langkah (3) untuk
mendapatkan Varian.
5.
Nilai Varian tersebut kemudian diakarkan untuk
mendapatkan Standar Deviasi.
www.astronacci.com |
Kaitannya dengan reksadana, Standar Deviasi mencerminkan
total risiko dari suatu portofolio investasi, baik risiko sistematis (risiko
pasar) maupun risiko yang berasal dari produk reksadana itu sendiri. Dan angka
standar deviasi sendiri tidak memiliki makna yang berarti jika hanya berdiri
sendiri. Dalam praktiknya, angka ini dibandingkan dengan return yang dihasilkan oleh reksadana atau dibandingkan dengan
standar deviasi reksadana lain.
Reksadana dengan nilai standar deviasi tinggi umumnya
memiliki tingkat risiko yang tinggi. Andaikan rata-rata return dari reksadana dianggap sebagai proyeksi return di masa depan, maka reksadana
yang memiliki nilai standar deviasi tinggi berpotensi mendapatkan kinerja yang
jauh dari angka tersebut karena adanya standar deviasi tadi.
i.ytimg.com |
Namun
perlu diingat, standar deviasi pun dapat menggambarkan tingkat ketidakpastian
dan fluktuasi return reksadana.
Reksadana dengan angka standar deviasi yang tinggi tak jarang memberikan return yang tidak stabil dan sulit
diprediksi.
Maximum Drawdown
Maximum
Drawdown (MDD) merupakan indikator yang mengukur tingkat kerugian maksimum
yang dapat dialami saat kamu berinvestasi di reksadana selama periode tertentu.
Indikator ini dapat menggambarkan pergerakan pada saat Nilai Aktiva Bersih
(NAB) turun ke titik harga terbawah dalam periode yang ditentukan.
i.investopedia.com |
Misalnya suatu produk reksadana memiliki nilai MDD 0,20 atau 20% dalam setahun. Artinya reksadana tersebut pernah turun paling besar 20% dari titik tertinggi dalam satu tahun terakhir. Jadi MDD ini membantu kamu mengukur seberapa besar risiko yang bisa kamu terima.
MDD
termasuk indikator sederhana dalam menjelaskan risiko. Nilainya diambil dari
data yang pernah terjadi, sehingga bukan lagi asumsi. Semakin besar angkanya,
semakin tinggi tingkat risikonya. Bagi kamu investor konservatif ataupun
moderat, sebaiknya hindari reksadana dengan MDD yang besar.
www.researchgate.net |
Perlu
diketahui juga, MDD tetap memiliki kekurangan mengenai berapa lama periode yang
mesti ditentukan hingga mencapai titik terendah. Ia pun tidak menjelaskan
berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk me-recover
kerugian. Oleh karenanya kamu tetap harus mengkombinasikannya dengan indikator
lain agar bisa mendapatkan hasil terbaik.
Sharpe Ratio
Indikator
terakhir yang juga tidak kalah penting adalah Sharpe Ratio. Indikator ini
dikembangkan oleh seorang peraih Nobel bernama William F. Sharpe. Sharpe Ratio
digunakan untuk membantu investor dalam melakukan perbandingan antara return dan risiko.
WorldQuantCareers |
Sharpe Ratio dihitung dengan menggunakan formula: Sharpe Ratio = (Return Reksadana – Risk Free Rate)
/ Standar Deviasi Reksadana. Jika nilai Sharpe Ratio adalah 1,3, itu
berarti setiap 1% risiko yang ditanggung, maka reksadana tersebut memberikan excess return sebesar 1,3%. Semakin
tinggi nilai Sharpe Ratio, maka semakin baik kinerja reksadana.
Sebenarnya nilai Sharpe Ratio pada suatu reksadana tidak memberikan
informasi apa-apa jika ia berdiri sendiri. Tidak ada patokan mengenai berapa standar
nilai Sharpe Ratio yang bagus. Untuk itu, kita mesti membandingkannya dengan
reksadana lain atau benchmark yang
sesuai.
assets1.cleartax-cdn.com |
Satu hal yang mesti diperhatikan dalam penggunaan Sharpe
Ratio adalah ketika reksadana menunjukkan kinerja negatif. Penggunaan metode
ini berpotensi memunculkan kesalahan interpretasi. Sebagai contoh, Reksadana A
memiliki nilai Sharpe Ratio -0,8205 dan Reksadana B memiliki nilai Sharpe Ratio
-0,9344. Manakah yang lebih baik?
Dalam kasus Sharpe Ratio negatif, maka yang lebih baik
adalah yang negatifnya paling kecil. Nah, kedua reksadana tadi memiliki kinerja
yang menurun, tapi dari sisi risiko, Reksadana A memiliki risiko lebih kecil
dibanding reksadana B.
assets1.cleartax-cdn.com |
Kesimpulannya, mencari produk reksadana yang baik itu memang gampang-gampang sudah. Menilai kinerjanya hanya dari return saja memang penting, tetapi tidak cukup. Diperlukan tambahan informasi lain agar pengukuran kinerja produk reksadana dapat dilakukan secara lebih akurat.
Komentar
Posting Komentar