Oleh: Cepy Suherman
Berbicara mengenai instrumen investasi berbasis syariah, mungkin banyak orang yang belum mengenal Sukuk Ritel (Sukri). Di kalangan para investor, popularitas Sukri memang masih kalah dibanding saham, obligasi, reksadana, ataupun produk-produk derivatif lainnya.
Banyaknya masyarakat yang belum mengenal Sukri memang dapat dipahami, mengingat penerbitan instrumen ini sendiri baru digagas pada 2005, dan diluncurkan untuk pertama kalinya (SR-001) pada 2009. Lalu sebenarnya apa sih Sukuk Ritel itu?
m.republika.co.id |
Mengenal Sukuk Ritel
Sukuk dalam bahasa Arab memiliki arti sebagai sebuah sertifikat atau dokumen. Kata “sukuk” pertama kali diperkenalkan kembali dan diajukan sebagai salah satu alat keuangan Islam pada rapat ulama fiqih sedunia yang diselenggarakan oleh Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 2002. Lembaga internasional AAOIFI (The Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions) mendefinisikan sukuk sebagai sertifikat bernilai sama yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu aset, hak manfaat dan jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.
Sementara itu Suku Ritel merupakan surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset Surat Berharga Syariah Negara, yang dijual kepada individu (ritel) atau perseorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual, dengan volume minimum yang ditentukan.
Banyak orang yang menyamakan Sukri dengan obligasi syariah, padahal keduanya berbeda. Obligasi adalah instrumen investasi berbentuk surat pengakuan utang. Contoh obligasi yang dibuat Pemerintah untuk kalangan ritel adalah ORI (Obligasi Ritel Indonesia). ORI merupakan surat pengakuan utang yang diterbitkan oleh Pemerintah di mana Pemerintah berjanji untuk membayar imbalan berupa bunga (kupon) pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan (tenor).
www.djppr.kemenkeu.go.id |
Tidak seperti obligasi yang merupakan surat pengakuan utang, Sukri adalah bukti kepemilikan bersama atas suatu aset/proyek. Jadi, setiap sukuk yang diterbitkan haruslah mempunyai aset yang dijadikan dasar penerbitan (underlying asset). Dana yang dihimpun dari penerbitan sukuk tentunya harus digunakan untuk usaha yang halal.
Perbedaan lain antara obligasi dan Sukri yaitu bahwa obligasi memberikan penghasilan (return) kepada investor berupa bunga (kupon). Sementara Sukri memberikan penghasilan (return) kepada investor berupa imbalan sewa atas penggunaan dana, sesuai dengan akad yang digunakan.
Mengapa Berinvestasi pada Sukuk Ritel Menjadi Pilihan yang Menarik?
Tujuan Pemerintah menerbitkan Sukri adalah untuk membantu mendanai proyek pembangunan. Dana hasil penerbitan Sukri nantinya akan digunakan untuk membiayai pembangunan jalan, jembatan, bendungan, irigasi, asrama haji, KUA, sarana pendidikan tinggi, dan lain-lain. Jadi prinsipnya adalah "Dari Kita Untuk Kita".
www.djppr.kemenkeu.go.id |
Penerbitan Sukri diperuntukkan bagi investor ritel yang memiliki dana terbatas, sehingga batas pembeliannya pun harus ditentukan. Bagi kamu yang ingin berinvestasi di instrumen ini, kamu cukup menyediakan dana minimal 5 juta rupiah (atau kelipatannya), hingga maksimum 5 milyar rupiah.
Untuk membeli Sukri, sebaiknya kamu menggunakan dana menganggur yang memang diperuntukkan untuk investasi. Hindari penggunaan dana jangka pendek karena instrumen ini memliki jatuh tempo yang cukup panjang, yaitu tiga tahun. Meski demikian, andaikan di tengah jalan kamu memang kepepet butuh uang, kamu sebenarnya bisa saja menjual Sukri tersebut sebelum jatuh tempo.
Sebagai produk investasi, Sukri tentu menawarkan return yang menarik. Jika dibandingkan dengan suku bunga deposito perbankan, produk keuangan yang sama-sama dijamin Pemerintah, suku bunga Sukri masih cukup kompetitif. Return yang ditawarkan biasanya lebih tinggi dibanding suku bunga deposito perbankan pada umumnya untuk tenor satu tahun.
tribunnews.com |
Imbalan/bunga akan diterima setiap bulan dan langsung ditransfer ke rekeningmu. Besarnya sama tiap bulan. Selain itu, kamu pun berpotensi memperoleh capital gain bila mampu menjual Sukri pada harga yang lebih tinggi daripada harga beli setelah memperhitungkan biaya transaksi di Pasar Sekunder.
Kelebihan lain dari Sukri yaitu pajak yang dikenakan atas imbalan bagi hasil persentasenya 15%. Ini lebih rendah dibanding pajak terhadap bunga deposito yang sebesar 20%. Tapi untuk mendapatkan hasil maksimal, sebaiknya kamu memegang Sukri ini sampai jatuh tempo. Jika dilepas sebelum waktunya, keuntungan mungkin tidak akan terlalu besar, ditambah kamu harus membayar pajak dan biaya transaksi.
Meski terbilang aman, berinvestasi pada Sukuk Ritel bukan berarti tanpa resiko. Resiko yang mungkin timbul adalah Resiko Gagal Bayar (Default Risk), yaitu resiko di mana investor tidak dapat memperoleh pembayaran dana yang dijanjikan oleh penerbit pada saat jatuh tempo. Karena Sukri ini diterbitkan oleh Pemerintah, maka kemungkinan terjadinya hal ini sangatlah kecil.
keuangansyariah.mysharing.com |
Resiko kedua yaitu terjadinya Resiko Likuiditas (Liquidity Risk), yaitu kesulitan dalam pencairan. Hal ini bisa disebabkan karena kecenderungan produk syariah di-hold (tidak diperjualbelikan hingga jatuh tempo). Namun untuk Sukuk Ritel, para agen penjual telah menjamin untuk membeli kembali barang yang dijual oleh investor. Hanya saja mungkin investor terpaksa harus menjual dengan harga di bawah harga pasar.
Bagaimana menurutmu, berinvestasi pada instrumen Sukri cukup menarik, bukan? Di samping aman dan menguntungkan, dengan berinvestasi pada instrumen ini secara tidak langsung kamu telah turut serta membantu Pemerintah dalam program pembangunan.
Komentar
Posting Komentar